TUGAS
ADMINISTRASI
KEUANGAN NEGARA
“ Redenominasi Nilai Mata Uang Rupiah Dalam Keuangan
Negara”
OLEH
PAHALA
JUNEDI PANDAPOTAN
1010841003
PROGRAM
STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
ANDALAS
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rancangan akan dilakukan penyederhanaan
nilai mata uang Rupiah oleh pemerintah yang disebut sebagai redenominasi sampai
saat ini masih belum mendapatkan kepastian. Hal ini dikarenakan membutuhkan
banyak pertimbangan, apakah ini akan memberikan dampak positif bagi Negara ini
dan memberikan penghitungan yang lebih efektif untuk ke depannya. Dalam hal ini
harus dipertimbangkan segala sesuatu kemungkinan yang dapat muncul agar
rancangan ini bukan hanya sebagai suatu kebijakan yang akan menjadi wacana,
tetapi akan benar-benar dilaksanakan dengan persiapan yang matang.
Sebelumnya kita harus bisa mendefinisikan
secara pasti tentang redenominasi, dan dapat membedakannya dengan sanering.
Karena pada kenyataannya, masalah ini terus diperbincangkan tetapi sering
sekali masyarakat salah mengartikan tentang redenominasi, dan cenderung
mengartikannya kepada sanering yang pernah diterapkan di Indonesia pada masa
Soekarno. Inilah yang akan dibahas dalam makalah ini, beserta tujuan rancangan
redenominasi, syarat-syarat yang harus diperhatikan, dan tahapan dari
redenominasi itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
·
Apa
pengertian dari Redenominasi?
·
Apakah
yang menjadi tujuan dari rancangan Redenominasi?
·
Apa
saja yang menjadi syarat dilakukannya redenominasi?
·
Bagaimana
tahapan dalam redenominasi?
·
Bagaimana
perbedaan antara redenominasi dengan sanering?
C. Tujuan
·
Mengetahui
pengertian dari redenominasi sekaligus dapat membedakannya dengan sanering
·
Mengerti
akan syarat, tujuan, dan tahapan dari redenominasi itu sendiri.
BAB
II
ISI
A. Redenominasi
Menurut
Bank Indonesia, Redenominasi adalah menyederhanakan denominasi (pecahan)
mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara mengurangi digit (angka
nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Dalam hal ini, redenominasi
hanya berusaha menyederhankan nilai matauang sekaligus nilai suatu barang. Ini
dimaksudkan agar penghitungan keuangan dalam urusan kenegaran maupun swasta akan
terasa lebih ringan dan sederhana. Akan sangat berbeda kaitannya dengan istilah
Sanering yaitu pemangkasan / pemotongan nilai mata uang yang tidak diikuti
dengan penyederhanaan nilai suatu barang, sehingga menyebabkan daya beli rendah
karena biaya yang terlalu terkesan mahal. Redenominasi dapat membantu tingkat
inflasi apabila diterapkan dalam suatu Negara.
Misal
Rp 1.000 menjadi Rp 1. Hal yang sama secara bersamaan dilakukan juga pada
harga-harga barang, sehingga daya beli masyarakat tidak berubah. Maksudnya,
kalau hari ini seporsi nasi goreng bisa dibeli dengan harga Rp. 10.000,-. Lalu
besok dilakukan redenominasi tiga digit, dari Rp. 1.000,- menjadi Rp. 1,-. Maka
untuk membeli seporsi nasi goreng kita hanya perlu membayar Rp. 10,- dengan
pecahan mata uang baru. Berbeda halnya dengan Sanering dimana terjadi
pemotongan nilai mata uang tetapi harga barang tetap pada status yang lama,
sehingga ketika nasi goring hari ini harganya adalah Rp 10.000, dan sudah
diterapkan Redenominasi Rupiah sebesar 3 digit, sehingga nilai mata uang Rp
10.000 menjadi Rp 10, akan berdampak pada rendahnya daya beli masyarakat
terhadap nasi goreng karena ketidakseimbangan antara harga nasi goring dengan
nilai mata uang, yang member kesan lemah kepada nilai mata uang.
Sanering ini sudah pernah dilakukan
di Indonesia pada jaman Soekarno sekitar tahun 1959, sedangkan untuk
Redenominasi belum pernah dilakukan hingga hari ini.
Akhir-akhir ini kita
sering mendengar dan melihat tentang banyaknya wacana BANK INDONESIA perihal
redenominasi terhadap rupiah.Banyak pihak-pihak yang pro dan kontra perihal
masalah ini, namun banyak pihak yang belum memahami perihal redenominasi
tersebut dan apa pengaruh redenominasi tersebut baik dari segi positif maupun
dari segi negatifnya. Menurut Gubernur Bank Indonesia terbaru Darmin Nasution
Redenominasi adalah penyederhanaan penyebutan satuan harga maupun nilai mata
uang. Artinya pecahan mata uang di sederhanakan tanpa mengurangi nilai dari
mata uang tersebut. Misalnya Rp.10.000 menjadi Rp.10, Rp.1000 menjadi Rp.1 dan
seterusnya, tetapi nilai mata uang sebelum dan sesudah redenominasi itu
nilainya tetap sama. Menurut Ensiklopedia Bahasa Indonesia lebih tepatnya
Redenominasi Rupiah adalah pemotongan mata uang menjadi lebih kecil tanpa
merubah nilai tukarnya. Pada waktu terjadi inflasi, jumlah satuan moneter yang
sama perlahan-lahan memiliki daya beli yang semakin lemah dengan kata lain
harga produk dan jasa harus di tuliskan denagn jumlah yang lebih besar,ketika
angka-angka ini semakin membesar mereka dapat mempengaruhi transaksi harian
karena resiko dan ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh jumlah uang lembaran
yang harus dibawa atau karena resiko psikologi manusia yang tidak efektif
perhitungan angka dalam jumlah yang besar,maka pihak yang berwewenang dapat
menangani masalah ini dengan redenominasi.
Yang
menjadi masalah dalam masyarakat saat ini adalah ketakutan jika redenominasi
tersebut dapat berpengaruh pada daya beli masyarakat seperti sanering yang
terjadi pada jaman Soekarno yang mempengaruhi daya beli masyarakat dan
berpengaruh pada perekonomian nasional. Gubernur Bank Indonesia,Narmin Nasution
menegaskan bahwa Redenominasi bukanlah merupakan pemotongan daya beli
masyarakat melalui nilai mata uang seperti pada istilah sanering ”Redenominasi
sama sekali tidak merugikan masyarakat karena redenominasi berbeda dengan
sanering atau pemotongan,dalam redenominasi niali uang terhadap barang tidak
akan berubah yang terjadi hanyalah penyederhanaan dalam nilai nominalnya berupa
penghilangan beberapa digit angka nol” ujar Darmin Nasution.
Redenominasi
biasanya dilakukan dalam situasidan kondisi ekonomi yang stabil dan menuju ke
arah yang lebih sehat sedangkan sanering adalah pemotongan nilai mata uang
dalam kondisi perekonomianyang tidak sehat yaitu dengan memotong nilai uangnya
saja. Redenominasi dilakukan untuk menyederhanakan sistem akuntansi dalam
sistem pembayaran tanpa menimbulkan dampak negatif bagi perekonomian. Walaupun
telah banyak penjelasan yang diutarakan oleh Bank Indonesia mengenai perbedaan
antara Sanering dan Redenominasi namun tetap saja banyak masyarakat yang
menganggap bahwa antara sanering dan Redenominasi hanyalah perbedaan istilah
yang mempunyai makna yang sama yang akan berpengaruh pada daya beli
masyarakatdan perekonomian nasional. Secara lebih rinci Bank Indonesia
menjelaskan perbedaan antara Redenominasi dan Sanering diantaranya adalah pada
redenominasi tidak ada kerugian karena daya beli tetap sama sedangkan pada
sanering menimbulkan banyak kerugian karena daya beli turun drastis,
redenominasi bertujuan menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dan
nyaman dalam melakukan transaksi dam mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia
dengan ekonomi regional sedangkan sanering bertujuan mengurangi jumlah uang
yang beredar akibat lonjakan harga-harga biasanya dilakukan karena inflasi yang
sangat tinggi,pada redenominasi nilai uang terhadap barang tidak berubah karena
hanya cara penyebutan dan penulisan pecahan uang saja yang disesuaikan
sedangkan pada sanering nilai uang terhadap barang berubah menjadi lebih kecil
karena yang dipotong adalah nilainya, redenominasi dilakukan saat kondisi makro
ekonomi stabil ekonomi tumbuh dan inflasi terkendali sedangkan pada sanering
dilakukan pada saat keadaan makro ekonomi yang tidak sehat dan ketika situasi
inflasi yang sangat tinggi, redenominasi disiapkan secara matang dan terukur
sampai masyarakat siap agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat sedangkan
pada sanering tidak ada masa transisi dan biasanya dilakukan secara
tiba-tiba. Seberapa kerasnya usaha Bank Indonesia untuk menjelaskan bahwa
redenominasi jamun tak dapat dipungkiri jika masyarakat cukup paham dampak-dampak
redenominasi baik itu dari segi positif maupun negatif, bila kita melihat dari
sudut pamndang masyarakat dan melepaskan pengaruh Bank Indonesia mak untuk
kebijakan ini Bank Sentral harus menarik semua mata uang lama dan mencetak mata
uang yang baru tapi ini hanyalah dampak yang paling yangdapat diatasi oleh Bank
Indonesia, justru kelompok korporat swasta yang akan menanggung banyak dampak
dari redenominasi. Bank-bank swasta harus merubah sistem mesin Anjungan Tunai
Mandiri (ATM) agar sesuai dengan nominal yang baru atau mungkin malah menarik
semua ATM yang lama dan menggantinya dengan yang baru jika memang pemerintah
merubah total bentuk fisik dan ukuran kertas mata uang yang baru. Operasi
perubahan maupun penggantian mesin pasti akan memakan biaya yang cukup mahal,
mungkin tidak setinggi biaya untuk mencetak uang-uang baru tetapi disini pihak
swastalah yang menanggung beban. Selain itu masih banyak permasalahan yang akan
dihadapi sebagai dampak dari redenominasi tersebut, penghilangan jumlah nol
akan mengacaukan perhitungan akuntansi yang telah terkomputensasi dan jika itu
terjadi di seluruh negri dan menimpa kantor-kantor pemerintah dan swasta maka
akan terjadi bencana administrasi nasional. Dampak lainnya yang perlu
diperhatikan dengan cermat adalah adanya potensi pembulatan harga ke atas
dengan alasan untuk mempermudah transaksi, harga barang aseanyang dahulunya
adalah Rp.1700 setelah adanya redenominasi harganya akan berubah menjadi Rp.1,7
dan kemudian harganya akan dibulatkan menjadi Rp.2. Tentu saja secara luas
praktik ini akan mengakibatkan semakin tingginya tingkat inflasi. Sebelum
melakukan redenominasi ini hendaknya Bank Indonesia meyakinkan infrastruktur
yang terkait dengan dampak redenominasi sudah disesuaikan dan di setting
sedemikian rupa sehingga kompatibel dengan mata uang baru dengan lebih sedikit
nol. Biaya penyesuain infrastruktur akibat redenominasi mungkin akan lebih
besar dari perkiraan pemerintah karena pemerintah harus menjangkau semua sektor
ekonomi yang terancam terkena dampak redenominasi tersebut. Redenominasi adalah
kebijakan yang tepat tetapi sebaiknya dipersiapkan panjang dan matang sebelum
akhirnya direalisasikan dan sebisa mungkin menutup flaw yang mungkin
terjadi dalam implementasinya. Perlu ditekankan disini bahwa pokok permasalahan
bukan hanya sekedar mensosialisasikan masalah ini ke pihak-pihak yang terkait
lebih dari itu redenominasi menuntut perubahan infrastruktur dan administrasi
secara masif atau ekonomi negri kita akan digoncang prahara pembukuan terkait
dengan dampak redenominasi. Dalam tahapan riset mengenai Redenominasi, Bank
Indonesia akan secara aktif melakukan diskusi dengan berbagai pihak untuk
mencari masukan dan hasilnya akan diserahkan kepada pihak-pihak terkait agar
dapat menjadi komitmen nasional, selain itu Bank Indonesia secara aktif
melakukan kajian Redenominasi Rupiah dimana hal ini terkait dengan pelaksanaan
integrasi masyarakat ekonomi regional seperti ASEAN.
Redenominasi
membutuhkan waktu sedikitnya lima tahun dan selama itu pedagang wajib
mencantumkan label dalam dua jenis mata uang yakni mata uang lama yang belum
dipotong dan mata uang baru yang nol nya sudah dipotong,sehingga tercipta
control publik. Beberapa faktor yang mendukung suksesnya program redenominasi
ini adalah ekspektasi inflasi yang berada pada kisaran yang rendah denagn
pergerakan yang stabil,stabilitas perekonomian yang terjaga serta adanya
jaminan terhadap stabilitas harga serta adanya kebutuhan dan kesiapan
masyarakat.
B. Tujuan Redenominasi
Tujuan
utama dari dilakukannya redenominasi adalah untuk menyederhanakan pecahan uang agar lebih
efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Dengan penyederhanaan ini, setiap
orang akan terbantu dalam melakukan kegiatan transaksi karena pecahan mata uang
yang harus dibawa dalam setiap melakukan transaksi tidak terlalu banyak.
Penyederhanaan pecahan mata uang ini akan sangat membantu semua orang di
berbagai bidang aktivitas dan pekerjaan, memberikan cara yang lebih efisien
bagi setiap orang dan memberikan kenyaman yang berarti. Selain itu, tujuan yang
lain adalah mempersiapkan kesetaraan ekonomi Indonesia dengan negara regional.
Di dalam wilayah ASEAN daerah yang masih memiliki pecahan mata uang hingga
ribuan adalah Indonesia dan Vietnam, ini menyebabkan bahwa negara kita masih
belum menunjukkan tingkat efisiensi dalam nilai mata uang. Hal ini harus lebih
menjadi perhatian bersama karena menyangkut soal harga diri bangsa di
tengah-tengah dunia, sehingga mata uang rupiah tidak dianggap sebagai mata uang
murahan oleh negara lain. Dengan bahasa yang lebih sederhana bisa dikatakan
bahwa redenominasi dilakukan untuk meningkatkan harga diri Indonesia di dunia
internasional. Karena selama ini hanya ada 3 negara yang pecahan mata
uangnya hingga ribuan, yaitu: Indonesia, Vietnam dan Zimbabwe.
C. Syarat Redenominasi
Menurut
ekonom UGM, A. Tony Prasetiono, redenominasi dapat dilakukan bila 2 syarat
berikut terpenuhi:
- Inflasi stabil di bawah 5% selama 4 tahun
berturut-turut.
- Negara memiliki cadangan devisa
100 – 200 miliar.
D. Tahapan Redenominasi
Meskipun menurut Wakil Presiden Boediono,
redenominasi rupiah masih menjadi wacana, namun Bank Indonesia sudah membuat
tahapan redenominasi:
- 2011-2012: tahap sosialisasi. Bank Indonesia akan
mensosialisasikan redenominasi kepada masyarakat. Semua sistem akuntansi,
pencatatan dan sistem informasi akan disesuaikan secara bertahap.
- 2013-2015:
tahap transisi.
Bank Indonesia akan menerbitkan pecahan mata uang baru yang nilainya 1.000
kali uang lama. Dalam tahap ini barang akan diberi dua label, yaitu label
harga lama dan label harga baru.
- 2016-2018:
tahap penarikan uang lama. Bank Indonesia akan menarik uang lama. Sehingga
diharapkan pada akhir 2018 mata uang lama sudah tidak beredar lagi.
- 2019-2020: tahap pemantapan. Bank Indonesia akan mengganti
uang baru yang bertuliskan “uang baru” dengan uang baru yang tidak
memiliki tulisan baru tersebut. Sehingga diharapkan pada tahun 2021
redenominasi rupiah telah selesai/
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan redenominasi rupiah,
yaitu:
- Diperlukan biaya yang besar
untuk mencetak uang baru.
- Diperlukan
biaya yang besar untuk melakukan sosialisasi.
- Pemahaman
masyarakat harus diperbaiki agar jangan sampai masyarakat mengira
pemerintah melakukan sanering.
- Eksportir
harus siap. Karena dalam hal terjadi redenominasi, maka yang paling
dirugikan adalah eksportir.
- Dari
segi peraturan perundang-undangan juga harus siap, terutama peraturan yang
mengatur mengenai denda.
- Dari
segi teknologi juga harus siap. Jangan sampai karena kesalahan sistem
komputer bank, muncul banyak orang kaya baru.
E. Perbedaan antara Redenominasi dengan
Sanering
Table Perbandingan Redenominasi dan
Sanering
Redenominasi
|
Sanering
|
|
Definisi
|
Penyederhanaan nominal mata uang.
Nilai mata uang tidak berubah
|
Pemotongan nilai mata uang. Nilai
mata uang berubah sesuai dengan keputusan pemotongan
|
Penyebab
|
Nominal mata uang yang beredar
dirasa terlalu besar sehingga in-efficient
|
Nilai mata uang anjlok (yang
terlihat dari melonjaknya harga barang-barang)
|
Waktu
|
Ketika perekonomian dalam kondisi
sehat dan stabil atau dengan kata lain terencana.
|
Ketika perekonomian dalam kondisi
tidak sehat/tertekan hebat. Kondisi darurat/tidak terencana
|
Syarat-syarat
|
-
Pertumbuhan ekonomi tinggi
-
Inflasi rendah dan stabil
-
Daya beli masyarakat baik
-
Adanya jaminan stabilitas harga
-
Adanya kebutuhan dan kesiapan masyarakat
|
-
Pertumbuhan ekonomi melambat
-
Inflasi tinggi dan cepat
-
Daya beli masyarakat lemah
|
F. Gambaran Penerapan Redenominasi Pada
Suatu Negara
Belajar Kesuksesan Redenominasi dari Lira
Turki : Redenominasi menjadi istilah yang paling banyak didiskusikan dalam
beberapa waktu terakhir, mulai dari ibu-ibu rumah tangga hingga ke pengusaha
kelas kakap.Topiknya bisa sama, tetapi kesimpulannya berbeda-beda. Ada yang
langsung paham, dan banyak juga yang bingung. Hal yang menghawatirkan karena
istilah redenominasi langsung dikaitkan dengan sanering, yaitu pemotongan nilai
tukar uang.
Redenominasi berbeda seratus persen dengan
sanering. Redenominasi dapat diartikan sebagai penyederhanaan satuan nilai mata
uang yang diikuti penyederhanaan nilai barang. Sementara sanering adalah
pemotongan nilai mata uang yang tidak diikuti penyederhanaan nilai barang.
Redenominasi belum pernah dilakukan di Indonesia sementara sanering sudah
pernah dilakukan puluhan tahun yang lalu untuk mengantisipasi inflasi tinggi
yang telah membuat rupiah tidak memiliki nilai sama sekali.
Bayangkan jika Anda memiliki uang Rp
1.000.000. Anggap uang sebesar itu bisa membeli satu telepon seluler baru.
Kemudian, pemerintah melakukan redenominasi rupiah dari sebelumnya Rp 1.000.000
menjadi Rp 1.000. Setelah redenominasi, uang baru senilai Rp 1.000 bisa dipakai
membeli satu telepon seluler serupa.
Secara teoretis hanya itulah yang akan
terjadi setelah redenominasi, yang artinya penggunaan mata uang baru dengan
tujuan menggantikan mata uang lama. Bedanya, angka nominal yang tertera pada
mata uang baru akan menjadi lebih kecil, biasanya dengan mengurangi jumlah
angka nol.
Berdasarkan bukti empiris, jika
syarat-syarat dipenuhi, redenominasi tidak akan mengurangi nilai penghasilan
riil. Redenominasi juga tidak akan mengurangi kemampuan daya beli mata uang
lama, yang akan digantikan dengan uang baru.
Salah satu negara yang tergolong relatif
sukses melakukan redenominasi adalah Turki, seperti tertulis dalam makalah ”The
National Currency Re-Denomination Experience in Several Countries—a Comparative
Analysis” oleh Duca Ioana, dosen dari Titu Maiorescu University Bucharest,
Romania.
Romania juga tergolong sukses melakukan
redenominasi sehubungan dengan niatnya bergabung dengan zona euro. Steve Hanke
adalah ekonom AS yang pernah mencoba menerapkan redenominasi pada akhir Orde
Baru di Indonesia, tetapi batal. Namun, dia mengajari Bulgaria melakukan redenominasi
yang tergolong berhasil.
Juga dalam rangka persiapan memasuki
keanggotaan Uni Eropa, walau agak berat, Turki memutuskan redenominasi pada
tahun 1998.
Setelah persiapan tujuh tahun, mulai 1
Januari 2005, pada awal tahun anggaran, Turki melakukan redenominasi terhadap
lira. Redenominasi dilakukan di awal tahun anggaran dengan tujuan agar semua
catatan pembukuan keuangan negara dan perusahaan langsung menggunakan mata uang
baru dengan angka nominal yang lebih kecil.
Setelah redenominasi, semua mata uang lama
dikonversikan ke mata uang baru. Jika nama mata uang lama adalah lira Turki
dengan simbol TL, maka mata uang baru diberi kode YTL yang artinya uang baru
lira Turki. Huruf Y adalah singkatan dari yeni dalam bahasa Turki, yang artinya
'baru'.
Kurs konversi adalah 1 YTL untuk 1.000.000
TL. Turki menghilangkan enam angka nol. Mata uang kertas lama TL memiliki angka
nominal tertinggi, yaitu 20.000.000 TL, dan pada 1 Januari 2005 menjadi 20 YTL.
Setelah redenominasi, Turki memiliki mata
uang kertas baru, yakni 1 YTL (menggantikan 1.000.000 TL), dan 5 YTL, 10 YTL,
20 YTL, 50 YTL, dan 100 YTL.
Turki memiliki uang kertas lama dengan
nilai paling rendah 50.000 TL. Setelah 1 Januari menjadi 0,050 YTL alias 5 sen
(5 YKr). Untuk mengakomodasi ini, Pemerintah Turki juga mengeluarkan uang logam
pecahan, mulai dari 1 YKr, 5 YKr, 10 YKr, 25 YKr, dan 50 YKr.
YKr adalah singkatan dari yeni kurus atau
sen baru dalam wujud koin. Sebanyak 100 YKr setara dengan 1 YTL.
Selain mengeluarkan mata uang keras 1 YTL,
Turki juga mengeluarkan pecahan baru dalam bentuk koin setara 1 TRL yang
nilainya setara dengan 100 YKr.
Turki melakukan redenominasi lewat
beberapa tahap. Tahap pertama, mata uang TL dan YTL tetap beredar secara
simultan selama setahun. Setelah setahun, mata uang TL akan ditarik. Waktu
setahun ini bertujuan agar warga memiliki waktu leluasa menggantikan TL ke YTL.
Pada tahap kedua, seperti di banyak
negara, setelah beberapa tahun, mata uang YTL dikembalikan menjadi TL. Dengan
kata lain, penggunaan TL dengan angka nominal baru dipulihkan.
Untuk membantu pengenalan mata uang baru
dan untuk menghindari kebingungan dalam proses penggunaan YTL dari TL, dua mata
uang dengan daya beli serupa itu dicetak dalam warna dan desain serupa.
Misalnya, desain dan warga mata uang 1 YTL sama dengan 1.000.000 TL.
Syarat sukses redenominasi Turki,
sebelumnya Polandia dengan zloty, adalah keharusan negara pelaku redenominasi
melakukan stabilisasi harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Penolakan Redenominasi
Dalam makalah yang berjudul ”Dropping
Zeros, Gaining Credibility? Currency Redenomination in Developing Nations”,
Layna Mosley dari Department of Political Science University of North Carolina
Chapel Hill, NC, AS, mengatakan, redenominasi an sich tidak otomatis menurunkan
inflasi.
Hal itu juga dinyatakan Profesor Mike
Kwanashie pada 5 Januari 2009. Mike, yang saat itu penasihat Pemerintah
Nigeria, menunjukkan, Zimbabwe, Brasil, Argentina, Rusia, dan Ghana gagal dalam
melakukan redenominasi karena kegagalan mengendalikan inflasi dan tak mampu
mendorong pertumbuhan.
Di Rusia, redenominasi bahkan dianggap
sebagai instrumen tak langsung pemerintah merampok kekayaan rakyat. Dalam 85
tahun terakhir, ada 50 negara yang melakukan redenominasi. Negara pertama
adalah Jerman pada tahun 1923 karena hiperinflasi dengan mengurangi 12 angka
nol.
Korea Utara pada akhir tahun 2009
melakukan redenominasi dengan menjadi 100 won menjadi 1 won. Namun, saat warga
hendak menggantikan uang lama won ke uang baru, stok uang baru tidak ada.
Melihat kegagalan banyak negara itu, dan menyadari Nigeria tidak siap melakukan
reformasi ekonomi, Kwanashie menolak redenominasi atas naira Nigeria.
”Kurs yen Jepang berada di atas angka 100
per dollar AS. Apa masalahnya? Jepang tetap merupakan negara dengan kekuatan
ekonomi terbesar kedua dunia,” kata Kwanashie.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat diketahui
perbedaan antara denominasi dengan sanering. Redenominasi adalah menyederhanakan
denominasi (pecahan) mata uang menjadi pecahan lebih sedikit dengan cara
mengurangi digit (angka nol) tanpa mengurangi nilai mata uang tersebut. Dalam
hal ini, redenominasi hanya berusaha menyederhankan nilai matauang sekaligus
nilai suatu barang. Ini dimaksudkan agar penghitungan keuangan dalam urusan
kenegaran maupun swasta akan terasa lebih ringan dan sederhana. Sedangkan
sanering adalah pemangkasan/ pemotongan nilai mata uang yang tidak diikuti
dengan penyederhanaan nilai suatu barang, sehingga menyebabkan daya beli rendah
karena biaya yang terlalu terkesan mahal.
Tujuan
utama dari dilakukannya redenominasi adalah untuk menyederhanakan
pecahan uang agar lebih efisien dan nyaman dalam melakuan transaksi. Dengan
penyederhanaan ini, setiap orang akan terbantu dalam melakukan kegiatan
transaksi karena pecahan mata uang yang harus dibawa dalam setiap melakukan
transaksi tidak terlalu banyak. Dan tahapan dari redenominasi adalah tahap sosialisasi, tahap transisi, tahap
penarikan uang lama, dan tahap pemantapan.
B. Saran
Dalam
hal ini, yang harus menjadi perhatian bersama adalah bagaimana pemerintahan
dapat mempersiapkan segala bentuk yang berhubungan dengan kesiapan redenominasi
dalam jangka panjang jika memang ini akan diterapkan di Indonesia, dan akan
membawa mata uang Indonesia lebih efisien. Karena walau bagaimanapun juga ini
berkaita dengan keuangan Negara Indonesia di mata dunia, jangan sampai akan
menurunkan harga diri bangsa kita di tengah-tengah dunia, jika perlu kita
tunjukka bahwa kita layak bersaing di tengah-tengah persaingan dunia yang
semakin gencar ke arah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://baltyra.com/2010/08/05/redenominasi-rupiah/
http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2010/08/belajar-kesuksesan-redenominasi-dari.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar